Masque Of The Red Death

Kota di ambang kehancuran. Wabah penyakit meluas cepat tanpa kendali. Mereka yang selamat hanyalah orang-orang kaya yang memiliki topeng keramik untuk menyaring udara penuh virus berbahaya.

Araby salah satunya. Tetapi, hidup kian tak tertahankan. Dilanda perasaan bersalah atas kematian saudara kembarnya, satu-satunya pelarian ada di klub malam Debaunchery.

Di sana, ada Will dan Elliot. Mereka tak henti menciptakan badai di hati Araby. Namun, Araby tak tahu, masing-masing mengenakan topeng demi menyembunyikan jati diri dan maksud sesungguhnya. Siapkah Araby membuka topeng-topeng itu jika akibatnya justru akan menghancurkan hatinya?

Bethany Griffin jatuh cinta pada buku sejak masih begitu belia. Dia bahkan telah menulis karya pertamanya saat kelas 1 SD, yang berkisah tentang hewan peliharaannya. Saat remaja dia mulai rajin mengirimkan karya-karyanya ke berbagai kompetisi menulis, tetapi tak pernah menang. Untunglah, Griffin tak mengenal kata menyerah. Dia terus menulis, dan tentu saja semakin banyak membaca. Apa pun dilahapnya, dari buku-buku klasik, fantasi hingga roman sejarah. Pada masa itu pulalah dia mengenal Edgar Allan Poe.

       Lulus kuliah, Griffin sibuk mengajar. Dia menemukan kesenangan baru di dalamnya. Selama beberapa waktu, dia sempat berhenti menulis meski tetap meneruskan hobi lamanya, membaca buku. Setelah jeda cukup panjang, dia menulis sebuah buku berjudul Handcuffs. Buku itu kemudian memicunya menulis karya lain, sebuah karya yang berangkat dari keinginan menyumbangkan sesuatu yang unik dan berbeda pada dunia sastra. Karya itu adalah Masque of the Red Death, terinspirasi oleh The Masque of the Red Death yang ditulis oleh pengarang favoritnya, Edgar Allan Poe