The Spook's Apprentice 1

  • Cover The Spook
Rp 39.000
Hemat Rp 1.950
Rp 37.050
Judul
The Spook's Apprentice 1
Penulis
No. ISBN
-
Penerbit
Tanggal terbit
Maret - 2009
Jumlah Halaman
-
Berat
-
Jenis Cover
Soft Cover
Dimensi(L x P)
125x180mm
Kategori
Fantasi
Bonus
-
Text Bahasa
Indonesia ·
Lokasi Stok
Gudang Penerbit icon-help
Stok Tidak Tersedia

DESCRIPTION


Pada usia tiga belas tahun Tom harus meninggalkan rumah orangtuanya dan mempelajari keahlian tertentu kepada orang lain. Tetapi menjadi murid magang seorang spook? Mencari dan menangkap tukang sihir, boggart, dan hantu bukanlah pekerjaan yang diidamkannya. Namun, sebagai putra ketujuh dari putra ketujuh, Tom sudah ditakdirkan untuk menjadi murid sang Spook yang terbaik dan terakhir. Mampukah Tom menjalani tugas sebagai murid sang Spook? Tugas yang membutuhkan tidak hanya tekad serta keberaniannya, namun terkadang taruhannya adalah nyawa.

REVIEW The Spook's Apprentice 1

Oleh : h1k4r1, 18 Jun 2009-08:48:53

Rating
+1 rating+1 rating+1 rating+1 rating+1 rating
Menyelamatkan sebuah janji. Inilah poin penting yang menjadi titik awal terjadinya kisah perjalanan seorang Pangeran dalam novel bernuansa epik sejarah ini. Takudar Khan harus melarikan diri untuk menunaikan janji yang belum sempat dilaksanakan ayahnya Kaisar Tuqluq Timur Khan. Perjumpaan Tuqluq Timur Khan yang berlanjut pada pertemuan-pertemuan diskusi dengan seorang musafir yang tanpa sengaja memasuki area perburuan membuat sang Kaisar mulai memantapkan hatinya untuk tidak melakukan ekspansi-ekspansi besar, memperluas wilayah kekuasaan Dinasti Mongol dan menumpahkan banyak darah lagi. Hingga akhirnya, setelah kerap merasakan kesejukan di dalam hati yang selama ini gersang-merindukan ketentraman kemudian mendapati harapannya beriringan dengan ajaran yang dipelajarinya, sang Kaisar memutuskan suatu hari nanti dia akan memeluk keimanan yang sama dengan musafir si sahabat.

Tuqluq Timur Khan dan Syaikh Jamaluddin pun sempat mengikrarkan janji jika diantara keduanya tak sempat sampai pada hari itu, mereka akan mewasiatkan kepada penerusnya masing-masing, untuk saling menagih janji. Syaikh Jamaluddin menurunkan kepada Salim putra satu-satunya sedang Tuqluq Timur Khan memilih Takudar si sulung untuk mengemban amanah ini.

Hal buruk nyata saja terjadi. Situasi semakin memanas di kalangan istana, hingga mencapai puncaknya. Ada konspirasi di dalam istana yang bertujuan menyingkirkan Kaisar. Dapat dipastikan latar belakangnya adalah keputusan Kaisar untuk menghentikan peperangan demi peperangan dan rencana penaklukan dengan alasan melanjutkan kejayaan Mongolia. Termasuk, “perdamaian” dengan kaum Muslim yang cukup sering memberontak karena negerinya selalu diicar, justru menjadi agenda kaisar. Mengingat meskipun minoritas, kaum Muslim sudah lama menjadi bagian dari bangsa Mongol. Lebih tepatnya sejak masa Khalifah Rasyidin. Tentu saja beberapa pihak yang selalu tergila-gila dengan kekuasaan atas nama kebesaran Mongolia tidak menyetujuinya. Panglima Albuqa Khan – si tangan kanan Kaisar, bisa jadi adalah dalang dari semua rencana jahat yang terjadi.

Bersama Uchatadara, dayangnya yang setia, Takudar lari melalui lorong rahasia ke arah barat menuju Syakhrisyabz. Meninggalkan jasad Kaisar Timur Khan-sang ayah, Permaisuri Ilkhata-sang ibunda tercinta dan beberapa gurunya (Bu Tong dan Mo Huang) yang jelas-jelas sudah dibantai dihadapan matanya. Kedua adiknya, Arghun dan Buzun, entah berada dimana saat itu, mesti ditinggalkannya juga. Di Madrasah Baabussalam, Syakhrisyabz, Takudar berusaha keras melupakan tragedi yang telah dialaminya. Takudar pun berganti nama menjadi Baruji sedangkan Uchatadara merubah namanya menjadi Almamuchi. Berdua mereka mencoba menjalani kehidupan baru.

Ditemani Salim, Baruji terus menempa semangat hidup sambil terus mendalami ajaran Islam. Jika bukan dikarenakan sikap dan perhatian kaum Muslimin yang sudah menganggapnya saudara, juga isi ajaran Islam itu sendiri, praktis Baruji memeluk Islam hanya karena wasiat ayahnya yang sudah melakukan sumpah anda (sumpah persaudaraan) bersama Syaikh Jamaluddin dulu. Maka, mulai saat itu Putra mahkota Mongol memeluk Islam. Muhammad Khan dipilihnya sebagai nama Muslimnya.

Perjuangan Baruji belum usai. Perang batin di dalam dirinya pun belum juga reda. Malah semakin bertambah hari, resahnya semakin dalam. Perasaan galau dan kalut dalam pikirannya dia coba agar tak tampak ke permukaan, sehingga kerap tekanan perasaan itu muncul dalam bentuk mimpi-mimpi buruknya. Baruji menyadari sebagai seorang Putra Mahkota Mongol yang pertama, dia sangat berhak menggantikan posisi ayahnya. Namun kini posisi itu tengah dipegang oleh Pangeran Kedua Arghun Khan, yang perangainya jauh berbeda dengan sebelum dia memimpin Mongolia; menjadi berang dan haus darah. Di sisi lain, jika nanti dia harus kembali ke Ulan Bataar, yang diinginkan Baruji hanyalah bertemu adik-adiknya tersebut, tanpa perlu menghiraukan tahta kekaisaran. Tanpa perlu mengulang sejarah ketika keturunan Temujin sang Jenghiz Khan saling berebut kekuasaan.

Sayangnya pilihan yang paling diharapkannya itulah yang sangat mustahil terjadi. Satu-satunya pilihan yang harus dia tempuh dengan berani saat ini adalah menyusun kekuatan bersama kaum Muslimin – yang merupakan musuh kaum Mongol sekaligus penyelamatnya – dan menghadapi bangsanya sendiri dalam peperangan lalu mengambil alih tampuk kepemimpinan Mongolia. Mewujudkan impian ayahnya yang juga telah menjadi harapannya, yaitu mempersatukan kembali suku-suku Mongolia serta suku-suku lain disekitarnya termasuk Muslim agar berada dalam satu pimpinan dengan damai.

Jalinan cerita semakin memukau “The Road to the Empire”. Perkembangan konflik dan karakter-karakter protagonis maupun antagonis yang bermunculan membuat pembaca enggan menghentikan apalagi menggantungkan cerita yang tengah dibacanya. Cerita tersendiri para tokoh lainnya pun turut menjadikan ‘The Road to the Empire’ bertambah seru. Pada poin ini, Sinta Yudisia sang penulis, telah berhasil menarik perhatian para pembaca. Membawanya larut dan seolah turut serta berada di masa yang sama. Merasakan gemas yang muncul saat intrik dan berbagai taktik politik busuk dengan gencar dilancarkan Albuqa Khan agar pengaruhnya tak luntur dari Arghun Khan, ditambah aksi cantik nan licik Selir Han Shiang yang akhirnya berhasil menikah dengan Albuqa Khan dan perlahan namun pasti dapat dia kendalikan.

Buzun-sang Pangeran Ketiga, selalu berusaha mencari keberadaan Takudar secara diam-diam dan mengalami kegamangan tentang siapakah yang mesti dia pilih. Pembaca pun dipaksa merasakan haru menyesakkan dada kala Takudar dan Buzun akhirnya bertemu; saling menatap dengan mata penuh rindu, namun tak juga saling mendekat bagai kaki-kaki mereka terpancang erat ke dalam bumi. Belum lagi merasakan tegang ketika Takudar mesti melawan Arghun di arena perang ataupun membayangkan siksaan prajurit Arghun Khan terhadap ulama dan tokoh penting Baabussalam.yang menjadi tawanan.

Episode Almamuchi yang mesti melawan Hoelun ibundanya demi membela Pangeran Pertama. Perang dingin antara kedua istri Panglima Albuqa Khan, Han Shiang dan Ankhnyam yang saling beradu strategi agar dapat menjadikan putri masing-masing dipilih Kaisar Arghun sebagai Permaisuri. Cinta segitiga yang terjadi antara Arghun-Urghana-Buzun dan perseteruan kecil antara Karadiza si gadis Muslim dengan Almamuchi. Semua menarik.
Pun saat dalam diam, tanpa ungkapan lewat kata-kata, cinta diantara Takudar dan Almamuchi tumbuh tanpa dapat dideteksi kapan rasa itu bermula. Sampai, dengan caranya sendiri, Takudar harus rela melepas kepergian Almamuchi. Lebih ketara saat di bagian akhir kisah Almamuchi alias Uchatadara alias Aisyah yang hendak pulang pada Tar Muleng klan-nya, “diingatkan” Takudar agar suatu saat kembali padanya. Bukan sebagai seorang dayang Ying Chin melainkan sebagai dirinya sendiri untuk seorang Muhammad Takudar Khan.

Tanpa kehilangan karakter, novel “The Road to the Empire” pun dapat menyisipkan pesan-pesan moral, norma dan etika dengan gaya yang mengalir. Hakikat kisah ini – jika boleh disampaikan – adalah bukan mengenai perjuangan seorang Pangeran Muslim merebut kembali haknya menjadi Kaisar sebuah imperium besar. Namun, terletak pada perjuangan seorang pewaris tahta Mongol menemukan fitrah dirinya sebagai manusia (baca: menjadi seorang Muslim). Tentang betapa hidayah besar bisa menjadi sangat bermakna dan ber’energi’ di tangan orang yang berjiwa besar. Semangat berjuang yang patut dicontoh oleh siapapun yang hendak menjadi seorang pemimpin Negara, dengan misi menyatukan berbagai suku bangsa.

Setting yang kuat dan ke-orisinil-an karakter, membuat pembaca ‘terjebak’ di dunia Mongol paska kejayaan Jenghiz Khan dengan ketakjuban luar biasa akan sebuah fakta: bahwa Mongol pernah dipimpin seorang Pangeran Muslim. Kesalahan kecil pada novel dalam hal pengetikan, seperti pengulangan kata, memang tidak begitu mengganggu karena tertutup oleh kisah yang menawan.
Dengan tidak melihat nama Sinta Yudisia yang telah cukup dikenal, dari sisi pemilihan cover, ‘The Road to the Empire’ sungguh sangat memikat. Seseorang dengan pakaian perang lengkap tengah menghadapi sebuah pasukan besar yang secara penampilan dari luar berpakaian sama dengan si ‘penantang’. Seolah menggambarkan Takudar Khan yang harus melawan bangsanya sendiri. Mongolia. Kisah dilematis yang diracik dengan apik dan manis oleh penulisnya.

Satu kesan dan pesan untuk novel ini: “Meski sedikit sulit, LAYAK DAN HARUS DI-FILM-KAN!”

WHY CHOOSE US?

TERLENGKAP + DISCOUNTS
Nikmati koleksi Buku Fantasi terlengkap ditambah discount spesial.
FAST SHIPPING
Pesanan Anda segera Kami proses setelah pembayaran lunas. Dikirim melalui TIKI, JNE, POS, SICEPAT.
BERKUALITAS DAN TERPERCAYA
Semua barang terjamin kualitasnya dan terpercaya oleh ratusan ribu pembeli sejak 2006. Berikut Testimonial dari Pengguna Jasa Bukukita.com
LOWEST PRICE
Kami selalu memberikan harga terbaik, penawaran khusus seperti edisi tanda-tangan dan promo lainnya

Produk digital

Buku sejenis lainnya

WorkLess, EarnMore the trilogy Part 1
Buku Who The Hell Are You? Buku Personal Branding
Buku pengembangan Diri Januari 2020
Buku Populer & Terlaris 2020