Ranah 3 Warna (Buku ke-2 dari trilogi Negeri 5 Menara)

  • Cover Ranah 3 Warna (Buku ke-2 dari trilogi Negeri 5 Menara)
Rp 78.000
Hemat Rp 7.800
Rp 70.200
Judul
Ranah 3 Warna (Buku ke-2 dari trilogi Negeri 5 Menara)
Penulis
No. ISBN
-
Tanggal terbit
Januari - 2011
Jumlah Halaman
-
Berat
500 gr
Jenis Cover
Soft Cover
Dimensi(L x P)
-
Kategori
Filosofi
Bonus
-
Text Bahasa
Indonesia ·
Lokasi Stok
Gudang Penerbit icon-help
Stok Tidak Tersedia

DESCRIPTION

Alif baru saja tamat dari Pondok Madani. Dia bahkan sudah bisa bermimpi dalam bahasa Arab dan Inggris. Impiannya? Tinggi betul. Ingin belajar teknologi tinggi di Bandung seperti Habibie, lalu merantau sampai ke Amerika.

Dengan semangat menggelegak dia pulang ke Maninjau dan tak sabar ingin segera kuliah. Namun kawan karibnya, Randai, meragukan dia mampu lulus UMPTN. Lalu dia sadar, ada satu hal penting yang dia tidak punya. Ijazah SMA. Bagaimana mungkin mengejar semua cita-cita tinggi tadi tanpa ijazah?

Terinspirasi semangat tim dinamit Denmark, dia mendobrak rintangan berat. Baru saja dia bisa tersenyum, badai masalah menggempurnya silih berganti tanpa ampun. Alif letih dan mulai bertanya-tanya: "Sampai kapan aku harus teguh bersabar menghadapi semua cobaan hidup ini?" Hampir saja dia menyerah.

Rupanya "mantra" man jadda wajada saja tidak cukup sakti dalam memenangkan hidup. Alif teringat "mantra" kedua yang diajarkan di Pondok Madani: man shabara zhafira. Siapa yang bersabar akan beruntung. Berbekal kedua mantra itu dia songsong badai hidup satu persatu. Bisakah dia memenangkan semua impiannya?

Ke mana nasib membawa Alif? Apa saja 3 ranah berbeda warna itu? Siapakah Raisa? Bagaimana persaingannya dengan Randai? Apa kabar Sahibul Menara? Kenapa sampai muncul Obelix, orang Indian dan Michael Jordan dan Kesatria Berpantun? Apa hadiah Tuhan buat sebuah kesabaran yang kukuh?

Ranah 3 Warna adalah hikayat bagaimana impian tetap wajib dibela habis-habisan walau hidup terus digelung nestapa.

REVIEW Ranah 3 Warna (Buku ke-2 dari trilogi Negeri 5 Menara)

Oleh : Piezza, 14 Feb 2011-18:03:24

Rating
+1 rating+1 rating+1 rating+1 rating+1 rating
Ranah 3 Warna (A. Fuadi)


Novel fiksi yang merupakan kelanjutan dari novel pertamanya yang berjudul Negeri 5 Menara, tentulah sudah sangat ditunggu-tunggu kehadirannya.
Dalam novel pertama, penulis (A.Fuadi) telah berhasil membawa pembacanya menyelami dunia pondok pesantren yang selama ini mungkin hanya dikenal oleh para penghuni dan alumni penghuninya. Tapi seorang alumni Pondok Pesantren Gontor, telah dengan lihat mengajak kita menyelami dunia pondok pesantren yang selama ini samar-samar.

Buku kelanjutan Negeri 5 Menara ini memulai kisahnya dengan acara memancing antara Alif dengan sahabat baiknya, Randai, di tepi Danau Maninjau. Potongan adegan ini menggambarkan bagaimana Randai telah melecut semangat juang Alif, yang alumni pesantren, untuk melangkah ke jenjang universitas yang diinginkannya. Diceritakan bagaimana perjuangan Alif menempuh ujian persamaan, dan dengan apik serta mendatangkan dercak kagum, Ahmad Fuadi telah membuat kita melihat bagaimana perjuangan sungguh-sungguh seorang "anak kampung" alumni pondok pesantren yang lebih banyak belajar soal Agama, mencapai universitas negeri impiannya.

Sejak perjuangan Alif mengikuti ujian persamaan, matera "man Jadda Wajada" yang selalu menjadi andalan semangatnya terus didengungkan kepada setiap pembacanya, membuat kata-kata itu seperti terpatri juga dalam hati para pembacanya, dan menjadikannya sebuah nilai tambah, ketika "mantera" tersebut ikut "memanaskan" suasana perjuangan tokoh utama dalam novel ini.


Alif, yang akhirnya berhasil menembus salah satu universitas negeri di Bandung, semakin ditempa oleh pengalaman manis dan pahit yang silih berganti menyapanya. Kehilangan salah seorang yang dikasihinya menjadi klimaks awal dalam novel ini, terbukti dengan berawal dari kejadian pahit tersebut, Alif berusaha bangkit semampunya, dan menyempurnakan "mantera", bukan lagi sekedar "Man Jadda Wajada" tapi juga "Man Shabara Zhafira", Siapa yang bersabar akan beruntung. Kata-kata yang didengarnya pertama kali dari Kiai Rais, gurunya di Pondok Pesantren Madani, membuatnya lebih sabar menghadapi hidup dan sekali lagi mengajak pembacanya untuk ikut menyelami lika-liku perjuangan untuk mencapai kesabaran itu sendiri.


Perkenalan Alif dengan Bang Togar Parangin-angin, yang merupakan seniornya di majalah kampus adalah sebuah "warna" yang menarik dalam novel ini. Lewat sosok pemuda Batak yang ceplas-ceplos namun berhati baik ini, Alif mulai membuka wawasannya tentang dunia tulis menulis. Ditempa secara "ekstrem" oleh seniornya itu membuat Alif tidak kecil hati. Seperti cerita-cerita sebelumnya, Alif menganggapnya sebagai sebuah kompetisi, dan ia selalu ingin keluar sebagai pemenang! Berkat bantuan ilmu dari Bang Togar Parangin-angin ini juga Alif bisa mulai membiayai sendiri hidupnya di tanah perantauan.

Di pertengahan novel, kita akan mulai dibawa kembali pada mimpi Alif menjejakan kaki di benua Amerika. Ketika teman-temannya menertawakan mimpinya, Alif tidak gentar. Ia terus berjuang hingga akhirnya memperoleh suatu peluang melalui suatu program pertukaran pelajar. Alif yang tidak pandai seni harus memutar otaknya demi memenangkan kompetisi. Baginya, bukan hanya seni yang harus dipamerkan di negeri orang, tapi intelegensi juga seharusnya berperan. Ia berjuang menarik perhatian para juri untuk mempertimbangkannya untuk bisa lolos dari ujian ini.

Ketika akhirnya Alif bisa menginjakkan kaki di benua impiannya, pembaca seolah diajak bersamanya menjelajah dunia yang sungguh-sungguh baru. Seorang anak kampung yang hanya bermodal mimpi, kini bisa menginjakkan kaki di benua yang tadinya hanya angan-angannya bersama rekan Sahibul Menara. Benua Amerika tidak lagi sejauh matanya memandang awan yang membentuk goresan Negeri Paman Sam itu. Ia menginjakkinya. Menjejakan langkahnya untuk mulai berpetualang, walaupun ia harus terima bahwa keinginannya untuk memperlancar bahasa Inggris terbentur dengan budaya di tempatnya ditempatkan yang tidak berbahasa Inggris. Tapi bukan Alif namanya kalau ia menyerah begitu saja.

Novel ini sungguh menyajikan "angin segar" diantara novel lainnya yang sudah mendahuluinya. Tidak hanya sekedar fiksi belaka, namun tuangan pengalaman hidup, ketepatan penggambaran suasana, serta kekayaan batin penulisnya, membuat isi novel ini seperti hidup. Kita benar-benar seperti diajak menjelajah ke benua Amerika, ikut menyelami budaya penduduk Quebec, daerah kecil tempat Alif ditempatkan selama kurang lebih enam bulan, dengan segudang cerita interaksi Alif dengan penduduk sekitar.

Sayangnya, saya merasa kehilangan Bang Togar Parangin-angin, yang di awal novel ini menyumbang "cerita manis". "Keberadaan" Bang Togar tiba-tiba saja lenyap di pertengahan novel hingga pada halaman terakhir. Padahal, tokoh yang satu ini berjasa dalam perjalanan kehidupan Alif di Bandung.

Namun dengan semua kelebihan dan kekurangannya, novel ini sungguh layak dan disarankan untuk dibaca oleh setiap orang yang merasa "kerdil" akan impian, merasa nyaris putus asa, dan wajib juga dibaca oleh setiap orang yang sedang berlari dan tidak berhenti berlari mengejar mimpi-mimpinya.

WHY CHOOSE US?

TERLENGKAP + DISCOUNTS
Nikmati koleksi Buku Filosofi terlengkap ditambah discount spesial.
FAST SHIPPING
Pesanan Anda segera Kami proses setelah pembayaran lunas. Dikirim melalui TIKI, JNE, POS, SICEPAT.
BERKUALITAS DAN TERPERCAYA
Semua barang terjamin kualitasnya dan terpercaya oleh ratusan ribu pembeli sejak 2006. Berikut Testimonial dari Pengguna Jasa Bukukita.com
LOWEST PRICE
Kami selalu memberikan harga terbaik, penawaran khusus seperti edisi tanda-tangan dan promo lainnya

Produk digital

Karya Ahmad Fuadi lainnya:

Buku sejenis lainnya

Buku terbitan Gramedia Pustaka Utama lainnya:

WorkLess, EarnMore the trilogy Part 1
Buku Who The Hell Are You? Buku Personal Branding
Buku pengembangan Diri Januari 2020
Buku Populer & Terlaris 2020