Display Buku
Makna Sebuah Nama - The Namesake
 
Rp 42.000
Hemat Rp 2.100
Rp 39.900

 
Apa itu Resensi?

Resensi adalah pertimbangan, pembicaraan atau ulasan sebuah buku.
Resensi itu bukan sekadar menceritakan isi buku atau sinopsis.
Resensi adalah penilaian Anda secara kritis setelah membaca isi buku, apa kelebihannya atau kekurangannya.
Jadi sekali lagi, resensi tidak sama dengan sinopsis dan resensi tidak mengandung spoiler (membocorkan isi cerita yang penting).
Resensi dari febee
 
  05 Mar 2007 - 20:48:50

Isi Resensi :
The Namesake (Makna Sebuah Nama)


Buku The Namesake ini adalah buku pertama yang saya baca di awal tahun 2007, buku bagus untuk mengawali tahun ini. Buku ini adalah salah satu karya dari Jhumpa Lahiri, seorang penulis keturunan India yang banyak menghabiskan hidupnya di Amerika. Dalam penulisannya Jhumpa Lahiri sangat konsisten menuliskan cerita tentang kebudayaan India, karena itulah Jhumpa Lahiri dianugrahi Pulitzer untuk kategori Fiksi pada tahun 2000, The Namesake ini adalah buku keduanya setelah The Interpreter of Maladies. The Namesake, bercerita tentang lika-liku kehidupan suami istri asal India, Ashoke Ganguli dan istrinya Ashima, yang merantau ke Amerika Serikat (AS) dalam rentang waktu antara tahun 1968 hingga 2000. Sebuah Kejadian tragis yang hampir merenggut nyawa Ashoke Ganguli menyadarkan dia untuk meninggalkan kenyamanan keluarga besar Ganguli di India untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di AS. Dengan ditemani sang istri hasil dari perjodohan orang tuanya, Ashoke Ganguli menyelami kehidupan sebagai keluarga imigran di AS. Adaptasi lingkungan, benturan-benturan budaya mewarnai kehidupan suami istri ini, keadaan diperparah dengan keadaan Ashima yang selalu merasa kesepian karena hidup berjauhan dengan keluarga besar Ganguli di India. Di tengah masa-masa suram itu lahirlah putra pertama mereka, Gogol Ganguli. Gogol inilah yang menjadi tokoh utama dari novel ini. Sesuai dengan tradisi keluarga India, Pemberian nama anak akan diberikan oleh sang nenek dari ibu, karena itu mereka tidak perlu bersusah-payah mencari nama untuk anak mereka, baik nama anak perempuan maupun laki-laki. Tapi sampai lahirnya si bayi, surat dari India yang berisi nama itu tidak kunjung tiba. Terjadi kepanikan ketika Ashoke dan Ashima akan membawa pulang si bayi dari rumah sakit, karena sistem di AS mengharuskan setiap bayi yang baru lahir untuk membuat akte kelahiran dan itu membutuhkan nama, sedangkan Ashoke dan Ashima ngotot untuk memberi nama anak mereka dengan nama pemberian dari india. Di tengah kepanikan itu muncul lah nama "Gogol", nama yang tidak lazim bagi keluarga Bengali. Kisah tragis yang dialami Ashoke ketika berusia 22 tahun di India yang mengilhami dirinya memberi nama Gogol untuk si bayi. Ashoke muda adalah pemuda kutu buku, kemana pun dia pergi selalu membawa buku, suatu hari ketika Ashoke dalam perjalanan menuju rumah sang kakek dengan menggunakan kereta api terjadi kecelakaan besar, untungnya Ashoke sedang membaca sebuah novel ketika kecelakaan itu terjadi dan di antara gelimpangan mayat-mayat korban kecelakaan itu, regu penolong menemukan sosok tubuh Ashoke sedang melambai-lambaikan robekan buku. Nikolai Gogol adalah pengarang dari buku penyelamat itu. Pada awalnya Gogol masih merasa nyaman dengan nama pemberian ayahnya itu, sampai ketika Gogol mulai beranjak dewasa dia merasakan ada yang salah dengan namanya, ledekan teman-temannya dan tatapan aneh orang ketika ia menyebutkan namanya membuat dia sangat membenci nama Gogol. Dia sangat menyesalkan sang ayah kenapa tidak memberi nama dirinya dengan nama-nama India atau Amerika umumnya. Kebenciannya terhadap nama Gogol makin menjadi-jadi ketika di sekolahnya, Gogol mengetahui kisah hidup tragis Nikolai Gogol, yang meninggal muda karena sakit kejiwaan. Berbagai peristiwa mewarnai kehidupan keluarga kecil ini, meski pada awalnya suami istri ini selalu rindu untuk pulang ke India namun pada akhirnya mereka menetap juga di AS sampai lahir anak kedua mereka Sonia. Dalam kehidupan imigran India, mereka membuat sebuah koloni dengan keluarga-keluarga Bangali lainnya dari waktu ke waktu semakin bertambah. Kemajuan karir Ashoke sebagai Dosen jurusan Elektro mengharuskan mereka untuk pindah dari kota Cambridge ke Boston, sementara Ashima tinggal di rumah sebagai ibu rumah tangga yang mengurus rumah tangga dengan tetap melekatkan budaya India kepada anak-anaknya. Ashima tetap mengenakan sari sebagai pakaiannya sehari-hari, tetap melakukan ritual-ritual keagamaan yang biasa dia lakukan di tanah kelahirannya dan selalu memasak masakan India bagi keluarganya. Seperti dua sisi mata uang, Gogol menjalani kehidupnya, di satu sisi keluarga dan komunitasnya menginginkan Gogol tetap mempertahankan identitas keIndiaannya, di sisi yang lain Gogol tumbuh dan berkembang menghabiskan masa kanak-kanak, remaja hingga dewasa seperti anak muda Amerika pada umumnya, lebih menyenangi memutar piringan white album dari The Beatles daripada piringan musik dari Bengali, mencoba minuman keras, menghisap ganja atau melepas keperjakaannya di sebuah pesta dan selalu meminta kepada orang tuanya untuk ikut merayakan Natal dan Thanks Giving walaupun mereka bukan beragama Kristen atau Katolik. Realita kehidupan sebagai warna negara AS biasa dan tekanan keIndiaannya menjadikan Gogol tidak nyaman. Berbagai cara dilakukan oleh Gogol untuk "mengaburkan" identitasnya itu, mulai dari mengganti nama nya menjadi "Nikhil" hingga memperjarang mengunjungi kedua orang tuanya ketika Gogol sudah kuliah, Gogol lebih suka menghabiskan waktunya di asrama dan perpustakaan kampus. Benturan-benturan budaya terus dialami Gogol, kencannya dengan beberapa teman wanitanya yang bukan turunan India dilarang kedua orang tuanya, sampai suatu ketika Gogol tinggal satu rumah dengan kekasihnya Maxine dan keluarganya. Gaya hidup keluarga Maxine yang sangat Amerika dirasakan Gogol berbeda jauh dengan keluarganya yang selalu teguh memegang adat istiadat India, hal ini makin mempertajam ketidaknyamanan Gogol sebagai turunan India. Tapi semua tidak berlangsung lama, kepergian sang Ayah untuk selama-lamanya menyadarkan Gogol atas kekeliruannya selama ini, ditambah rasa bersalah Gogol dengan penggantian namanya setelah ia mengetahui cerita sebenarnya di balik nama Gogolnya itu, nama yang sangat berarti buat ayahnya. Akhirnya untuk mengurangi rasa bersalahnya kepada ayah dan ibunya, Gogol menerima tawaran sang Ibu untuk diperkenalkan dengan wanita turunan India dari komunitas Bengali untuk dijadikan istri. Pesta penikahan dengan adat India lengkap dilaksanakan dengan megah, Gogol melihat kebahagiaan terpancar dari senyum sang Ibu, tapi pernikahan itu tidak berlangsung lama karena Gogol mengetahui kalau istrinya berselingkuh. Akan tetapi di luar semua penderitaan yang dialami Gogol karena penghianatan istrinya, perjalanan hidup Gogol menyadarkan Gogol bahwa hidup dengan darah Indianya bukan sebuah masalah. The Namesake, sebuah novel yang sangat lengkap, kedetilan penuturan Lahiri dalam novel ini seolah mengajak pembaca menyelami kehidupan keluarga imigran India di AS dan memperkenalkan kepada pembaca tentang kebudayaan Bengali, salah satunya adalah upacara adat Annaprasan: upacara nasi pertama bagi bayi india yang telah memasuki usia 6 bulan. Dalam upacara ini sang bayi disuapi nasi pertama dalam kehidupan pertama mereka. Lalu puncak upacara diadakan acara meramal jalan hidup sang bayi di masa datang. Bayi disodori piring berisi segumpal tanah tempat tinggal, bolpoin dan selembar uang untuk melihat apakah sang bayi di masa datang akan menjadi tuan tanah, cendikiawan atau pengusaha. Begitu juga kedetilan Lahiri dalam mendeskripsikan makanan India bisa menambah pengetahuan kuliner kita sebagai pembaca. Makanan india : nasi biryani, ikan gurame saus yoghurt, dal, samosa (semacam pastel goreng), pakora (semacam cemilah yang digoreng seperti kroket), Pauseh (semacam puding nasih terbuat dari nasi, susu, gula, kismis dan beberapa rempah kayu masih, kapulaga dan lain-lain), aloo - gobi (hidangan yang terdiri dari terigu, daging dan rempah-rempah, dimasak berjam-jam sampai berbentuk pasta). Tema dan alur cerita dalam novel ini sangat sederhana dan tak berbelit-belit. Semua bermuara pada proses asimilasi dari keluarga imigran yang mencoba bertahan hidup di negara AS, dan konflik-konflik yang ditimbulkan karena ABCD (American Born Conflict or Confused Des) pada keturunannya, di mana arus deras kebudayaan, gaya hidup dan lingkungan mereka yang jauh berbeda dan lebih bebas terkadang membuat aturan-aturan budaya asal yang cenderung mengekang dan membatasi membuat adanya pergolakan dalam diri generasi keduanya. Walaupun tema asimilasi atau ABCD ini sering diangkat, namun Jhumpa Lahiri memoles dengan sangat cantik, dibuatnya semua mengalir dengan lancar, tak ada plot yang mengagetkan, nyaris tak ada klimaks tetapi ceritanya dapat dipertahankan sampai akhir cerita. Di samping itu juga, dalam novel ini Jhumpa Lahiri juga memaparkan kesuksesan para imigran India dalam bidang pendidikan, memang orang-orang India mempunyai kepandaian yang luar biasa, dilihat dari Silicon Valley dari Amerika mulai diboyong ke negara ini. Kebanggaan tersendiri. Keindahan cerita novel ini menarik perhatian seorang sutradara keturunan India untuk menggarap sebuah film berdasarkan novel ini dan akan tayang perdana pada bulan April ini.
Rating
+1 rating+1 rating+1 rating+1 rating+0 rating


 
 
[Semua Resensi Buku Ini]