Display Buku
Gelang Giok Naga
 
Rp 45.000
Hemat Rp 2.250
Rp 42.750

 
Apa itu Resensi?

Resensi adalah pertimbangan, pembicaraan atau ulasan sebuah buku.
Resensi itu bukan sekadar menceritakan isi buku atau sinopsis.
Resensi adalah penilaian Anda secara kritis setelah membaca isi buku, apa kelebihannya atau kekurangannya.
Jadi sekali lagi, resensi tidak sama dengan sinopsis dan resensi tidak mengandung spoiler (membocorkan isi cerita yang penting).
Resensi dari unai
 
  05 Jul 2007 - 12:36:42

Isi Resensi :
Sebuah Simbol dan Semangat Eksistensi


Penulis novel ini adalah seorang wanita cantik bernama Leny Helena yang saat ini menetap di Houston, Texas. Leny merupakan alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Gelang Giok Naga ini adalah novel perdananya, sebuah cikal-bakal sayembara mengarang Cerber Femina 2004 yang telah ia menangkan. Leny mengatakan bahwa naga memegang peranan penting dalam masyarakat Cina, ia tidak hanya sebagai simbol kebanggaan kekaisaran, namun juga sebagai pelindung sekaligus pembawa bencana yang tidak bisa diremehkan. Sungguh, Leny Helena membuka cerita dengan prolog yang sangat memukau, menghadirkan cerita bak dongeng putri menjelang tidur. Diceritakan semenjak dinasti Han (300 SM) naga dijadikan lambang kekaisaran sebagai kekuasaan yang absolut dari seorang kaisar, bahkan kaisar-kaisar Cina dipercaya sebagai keturunan langsung dari naga. Ada empat sungai besar di Cina berasal dari empat naga berhati mulia yang ingin menyelamatkan manusia dari kelaparan karena kekeringan. Hujan tak kunjung turun, membuat keempat naga tersebut mengupayakan berbagai cara agar segera turun hujan. Namun setelah hujan turun, seorang Kaisar bernama Kumala murka, karena naga-naga tersebut tidak mendapat izin untuk menurunkan hujan ke muka bumi. Lalu, kepada dewa gunung, kaisar Kumala meminta dewa gunung agar mencari empat gunung untuk memenjarakan keempat naga itu ke dalam perutnya. Keempat naga lalu mengubah diri mereka menjadi sungai yang mengalir dari ketinggian gunung ke arah lembah menuju arah timur dan akhirnya bermuara ke laut. Sejak itu, masyarakat Cina sering menyebut diri mereka sebagai keturunan naga. Dikisahkan di dalam novel ini seorang selir kesayangan Kaisar Jia Shi bernama Yang Kuei Fei. Dia dihadiahi sepasang gelang yang terbuat dari batu giok murni dengan hiasan naga emas didalamnya. Adalah Kasim Fu yang termasuk petinggi istana menentang rencana kaisar Jia Shi untuk memperluas daerah kekuasaannya hingga ke Korea. Meskipun rencana memperluas daerah kekuasaan ini didukung oleh beberapa menteri, namun tidak sedikit juga menteri yang menentang keinginan sang Kaisar karena mereka menganggap situasi di dalam negeri banyak yang masih harus dibenahi. Maka Kasim Fuia membujuk Yang Kuei Fei untuk memata-matai dan membujuk Kaisar untuk membatalkan niatnya. Namun pada suatu malam Kaisar Jia Shi terbunuh karena seseorang telah menaruh racun dalam semangka yang dimakannya. Yang Kuei Fei yang sedang mengandung anak Kaisar takut dituduh sebagai pembunuh kaisar, ia lalu melarikan diri bersama Kasim Fu dengan membawa perhiasan-perhiasannya termasuk sepasang Gelang Giok Naga. Yang Kuei-Fei kemudian melahirkan anak kaisar, namun ia meninggal dunia di sisi laki-laki yang dicintainya ; Kasim Fu, karena penyakit ganas yang bersemayam di tubuhnya. Namun sebelum meninggal dunia Yang Kuei-Fei berkata, "....akan kucari kau walau seribu tahun lagi.... Jika saat itu tiba, akan kukatakan betapa aku sangat mencintaimu." Ughh..saya cukup dibuat termehe-mehe oleh kalimat ini. Novel ini sarat dengan muatan historis-sosiologis. Rentang waktu yang panjang dalam novel ini (1723-2001) membuat pembaca seakan diajak memahami Cina di abad ke 18. Lalu pada tahun 30-an dipaparkan pula kondisi sosial etnis Tionghoa di Batavia. Rentang waktu yang panjang (ini pula yang kemudian menjadikan novel ini berbeda dengan novel-novel lainnya. Semangat eksistensi keperempuanan yang begitu kuat juga dituturkan dalam novel ini. Hal ini dicerminkan oleh tiga orang wanita yang bernama A Lin, A Sui dan Swanlin. A Lin, wanita tegar dan pandai, serta baik ketika ia menjadi Nyai. Ia adalah Nyai yang cerdas dan mau belajar banyak hal. A Sui adalah wanita yang digambarkan sebagai wanita yang berhasil mengatasi kesulitan hidup ketika ditinggal mati suaminya. Ia bersudah payah menghidupi tujuh orang anaknya. Tanpa dinyana kemudian putra A Lin menghamili putri A Sui, dan mereka harus menikahkan keduanya. Lahirlah Swanlin, cucu A Lin dan A Sui. Swanlin merupakan perwakilan wanita modern.Ia digambarkan sebagai tokoh wanita yang cerdas dan berperan dalam perjuangan reformasi. Swanlin hidup di tengah-tengah, antara kedua neneknya yang saling curiga. A Sui selalu berpesan padanya agar melihat-lihat apakah A Lin masih memiliki gelang giok naga yang dulu digadaikannya. Sementara itu Swanlin sendiri selalu merasa tidak dicintai oleh nenek A Lin. Hingga suatu saat, A Lin yang dingin ternyata menyimpan rasa kasih keibuan terhadap Swanlin. Novel bentuk pemaparannya ini seperti sebuah laporan perjalanan. Dan moment kerusuhan mei 98 turut menginspirasikan Leny Helena dalam menceritakan kisah cinta Swanlin dan Ruli. Puas, ini yang saya rasakan ketika menutup halaman terakhir novel ini. Novel ini tidak hanya sekadar menghibur, namun juga menyajikan nilai-nilai informasi. (Nai)
Rating
+1 rating+1 rating+1 rating+1 rating+1 rating


 
 
[Semua Resensi Buku Ini]