Display Buku
Trilogi Bartimaeus #1: Amulet Samarkand
 
Rp 55.000
Hemat Rp 2.750
Rp 52.250

 
Apa itu Resensi?

Resensi adalah pertimbangan, pembicaraan atau ulasan sebuah buku.
Resensi itu bukan sekadar menceritakan isi buku atau sinopsis.
Resensi adalah penilaian Anda secara kritis setelah membaca isi buku, apa kelebihannya atau kekurangannya.
Jadi sekali lagi, resensi tidak sama dengan sinopsis dan resensi tidak mengandung spoiler (membocorkan isi cerita yang penting).
Resensi dari deathberry
 
  28 Agu 2008 - 17:26:59

Isi Resensi :
Trilogy Bartimaeus #1:Amulet of Samarkand


Nathaniel harus melupakan orangtua dan jati dirinya ketika menjadi murid penyihir bernama Arthur Underwood. Ia memperoleh kasih sayang menentramkan dari istri sang master dan guru seninya, tetapi merasa kecewa terhadap sikap dingin Arthur akibat keterpaksaan dan kewajiban mendidik. Nathaniel mencoba mengembangkan kemampuan sihirnya sendiri dan melakukan berbagai hal sebelum waktunya, semata karena benci dipandang rendah. Pesona kisah fantasi bersetting Inggris ini terletak utamanya pada karakter Bartimaeus dari Uruk, jin yang dipanggil Nathaniel untuk mencuri Amulet Samarkand dari kediaman penyihir hebat Simon Lovelace. Selera humornya yang pahit dari bab ke bab, menjadikan novel yang lumayan tebal ini seru dan sulit dilepaskan. Bartimaeus menolak diposisikan sebagai budak, terlebih setelah mengetahui titik lemah Nathaniel. Ia dapat mencengkeram balik master ciliknya kapan saja, kendati harus hancur bersama-sama. Salut setinggi-tingginya kepada penerjemah yang mengalihbahasakan dengan luwes, menghasilkan karakter yang begitu hidup dan menghibur Jonathan Stroud melakukan riset menyeluruh untuk melukiskan kerajaan penyihir dalam ceritanya, yang dikisahkan begitu luas . Membawa-bawa Baghdad, Perang Troya, dan aneka keterlibatan jin dalam banyak peristiwa historis dan mitologi. Dialog Mr. Sindra saat mengajarkan Nathaniel memetik lyra dengan benar agar dapat memanggil lamia mengingatkan saya pada pendapat-pendapat sejumlah kalangan religius mengenai \'bahaya\' mendengarkan musik. Begitu pula tujuan menggambar dengan akurat yang diterangkan Ms. Lutyens, mengingatkan saya pada larangan guru agama perihal menggambar mahluk hidup. Dua kalimat berikut ini yang paling mendorong saya untuk terus membaca, \"Itu Gedung Parlemen, Sayangku, tempat seluruh penyihir andal pergi, untuk memerintah Inggris dan kerajaan kita.\" \"..semua kekuatan kita berasal dari demon. Tanpa bantuan demon, kita tak lain hanyalah pesulap murahan dan tukang obat.\" Tiga puluh halaman awal novel, yang saya beli enam bulan silam, ini masih meninggalkan impresi samar-samar. Saya menanti beberapa buku kemudian untuk melanjutkan membaca agar tidak terpengaruh kehebohan resensi dan kesan para penikmat yang sudah lebih dahulu menamatkan trilogi Bartimaeus. Permainan sudut pandang Jonathan Stroud benar-benar keterbaruan yang tak boleh dilewatkan. \'Aku\' menjadi \'dia\' dari paragraf ke paragraf menuntut otak pembaca bekerja keras mengikuti sepak terjang Bartimaeus dan menepis kejemuan jauh-jauh, terutama ketika Sakhr-al Jinni dari Al-Ashir ini tengah berubah wujud. Singkat kata, The Amulet of Samarkand merupakan karya fantasi yang cerdas. Pesannya amat jelas, disampaikan melalui Ms. Lutyens, \"Kesabaran adalah hal terpenting. Jika terburu-buru, kau akan gagal. Dan kegagalan amat menyakitkan.\"
Rating
+1 rating+1 rating+1 rating+1 rating+0 rating


 
 
[Semua Resensi Buku Ini]