Iblis Menggugat Tuhan : The Madness of God

  • Cover Iblis Menggugat Tuhan : The Madness of God
Rp 32.500
Hemat Rp 1.625
Rp 30.875
Judul
Iblis Menggugat Tuhan : The Madness of God
No. ISBN
979
Penerbit
Tanggal terbit
September - 2005
Jumlah Halaman
160
Berat
-
Jenis Cover
Softcover
Dimensi(L x P)
115x170mm
Kategori
Filosofi
Bonus
-
Text Bahasa
Indonesia ·
Lokasi Stok
Gudang Penerbit icon-help
Stok Tidak Tersedia

DESCRIPTION


Kau bilang Adam berdosa gara-gara hasutanku? Kalau begitu, atas hasutan siapa aku melakukan dosa? Aku sebenarnya melakukan apa yang Dia perintahkan, dan aku sepenuhnya patuh pada keinginan Allah. Mau bagaimana lagi? Tak ada ruang yang luput dari kuasa-Nya. Aku bukanlah tuan bagi keinginanku sendiri. Aku menyembah Allah selama 700 ribu tahun! Tak ada tempat tersisa di langit dan bumi di mana aku tak menyembah-Nya. Setiap hari aku berkata pada-Nya, "Ya Allah, anak keturunan Adam menolak-Mu, namun Engkau tetap bermurah hati dan meninggikan mereka. Tapi aku, yang mencintai dan memuja-Mu dengan pemujaan yang benar, Engkau buat menjadi hina dan buruk rupa." Lihatlah segala penderitaan dan kesengsaraan yang telah ditimpakan-Nya atas dunia ini. Lihatlah betapa Monster itu melakukan semuanya hanya untuk menghibur diri! Jika ada yang terlihat murni, dibuat-Nya ternoda! Jika ada yang manis, Dia buat masam! Jika ada yang bernilai, dibuat-Nya jadi sampah! Dia tak lebih dari sekadar Badut dan Pesulap Murahan, Pembohong Gila! Dan kegilaan-Nya masih terus membuatku lebih gila lagi! The Madness of God menjadikan ketergelinciran Iblis, dan dakwaannya kepada Tuhan karena telah "menyesatkannya", sebagai landasan bagi pertanyaan-pertanyaan mengenai kemungkinan kehendak-bebas di hadapan kemahakuasaan Tuhan. Pertanyaan yang berulang kali diajukan adalah: jika Tuhan Mahakuasa, dan tiada sesuatu pun yang dapat terjadi di luar kehendak-Nya, maka bagaimana mungkin makhluk dapat disalahkan karena dosa-dosanya? Seiring dengan bergulirnya cerita, pembaca akan tenggelam dalam keyakinan tentang keesaan, kemahakuasaan, dan keadilan Tuhan. The Madness of God penting dibaca oleh para monoteis yang kritis. Shawni meramu adikaryanya ini dengan gayanya yang amat unik dan khas. Novel ini, terlepas dari judulnya yang provokatif, merupakan usaha Shawni dalam menyelaraskan keimanannya dengan akalnya.


REVIEW Iblis Menggugat Tuhan : The Madness of God

Oleh : prayudi, 03 Agu 2006-12:49:43

Rating
+1 rating+1 rating+1 rating+1 rating+1 rating
ALKISAH, seorang pendeta bernama Buhairah menarik diri dari gereja dan memutuskan hidup menyepi. Dalam kesendiriannya, dia menenggelamkan diri ke dalam kajian tehadap buku-buku Kristen. Namun upaya itu tak berhasil menghilangkan “kegelisahan” teologisnya.

Suatu saat, di dalam satu buku, Buhairah menemukan sebuah ramalan. Tentang tanda kenabian yang akan dilihatnya pada punggung seorang bocah kecil. Sebagaimana tercatat dalam sejarah Islam klasik, pada akhirnya Buhairah menemukan tanda kenabian itu di punggung muhamad SAW, yang kelak diangkat menjadi Rasul Allah.

Berangkat dari momentum pertemuan antara Buhairah dan Muhammad, Al Shawni memulai kisahnya. Tokoh Buhairah yang digambarkan sedang mengalami skeptisisme personal terhadap keesaan Tuhan diajak Rasulullah. Dia dibawa ke sebuah tempat yang jauh dari hiruk-pikuk keramaian, yang hanya diterangi kerlip dan redupnya bintang.

Di kesunyian itu, Buhairah mengalami komunikasi trsnsendental dengan sosok makhluk gaib yang tak lain adalah iblis. Mulai dari titik ini, pengarang menunjukkan “keliaran” imajinasi untuk meruncingkan konflik di dalam “tubuh” novelnya. Dengan teknik dan langgam penggisahan yang unik, Al-Shawni mendeskripsikan egosentrisme iblis.

Ketika pendeta Buhairah mempertanyakan latar belakang kesombongan iblis yang menolak sujud pada Adam, pengarang memanfaatkan moen itu untuk merumukan dalil-dalil filosofis dalam rangka menarasikan penggugatan iblis. Jelas sekali, Al-Shawni hendak menggelindingkan diskursus baru tentang riwayat pembangkangan iblis yang menolak sujud pada Adam.

Menurut Al-Shawni, penolakan iblis, yang kelak menjadi sebab keterkutukannya, bukan karena latar belakang ontologism. Bahwa iblis diciptakan dari api, sementara Adam hanya diciptakan dari tanah, sebagaimana penafsiran konvensional. Namun justru karena eksistensi Adam adalah pencerminan dosa-dosa iblis. Jadi, mana mungkin iblis mau bersujud pada cermin yang memantulkan buruk rupa wajahnya sendiri?

Bagi khalayak pembaca umum, membaca karya sastra adalah “menikmatinya”, bukannya menggali aspek-aspek kebenaran epistemologisnya. Jika pada paragraf-paragraf awal sebuah novel pembaca tak berhasil “meraih” kenikmatan dengan gambang mereka akan menutupnya.

Tetapi, sebagaimana diusung oleh Al-Shawni di dalam buku ini, barangkali membaca sastra tak cukup kalau sekedar menikmati. Pembaca perlu pemahaman yang intens, penafsiran kritis, dan yang lebih penting adalah penyingkapan misteri kebenaran epistemologis karya sastra sampai ceruk paling dalam.

Dalam buku ini, Al- Shawni seperti sedang mendadani karakter bejat iblis dengan jubah kebesaran filsuf yang penuh aura kearifan dan kejeniusan. Ia berhasil menggunakan metode adab al-jadl. Metode ini semacam kode etik berpolemik di kalangan pemikir muslim Abad Pertengahan, seperti muncul pada debat Buhairah dengan iblis.

Rentang panjang durasi konflik yang “meresahkan” itu, jika tak dilihat dengan ketajaman intuisi, bisa jadi akan melahirkan pembelaan atau bahkan pemenangan argumentasi iblis. Di sini, Al-Shawni tak hanya “menghidangkan” preposisi-preposisi logis untuk mendeklarasikan penggugatan iblis. Ia juga memperkuat argumentasi rasional dengan “meraih” metafora-metafora yang memukau dan sesekali mengejutkan.

Ketika Buhairah berupaya menyudutkan identitas iblis dengan stigma determinime kutukan Tuhan, dengan lihai Al-Shawni membela iblis. Caranya dengan menceritakan kisah Nabi Sulaiman yang sedang murka karena dikhianati burung bulbul, sahabatnya. Burung itu diperingatkan agar jangan menemui Sulaiman dulu, sebab emosi raja sedang memuncak.

Dikabarkan, Sulaiman berniat membunuh burung bulbul. Tapi, anehnya, bulbul bukannya takut pada ancaman sang raja. Bulbul justru bercicit kegirangan penuh suka cita. Riwayat Sualaiman dan burung bulbul ini, menurut Shawni, relevan dengan problem kemurkaan Tuhan pada iblis. Artinya, kemurkaan Tuhan pada iblis justru merupakan pertanda kedalaman cinta Tuhan kepadanya.

Dengan kata lain, dilaknati atau dimuliakan oleh Tuhan sudah tak berarti apa-apa lagi bagi iblis. Sebab esensinya adalah kadar kedekatan Tuhan dengannya. Sehingga kutukan pun dapat berubah menjadi berkah. Membaca “kenakalan” pikiran novelis ini, terasa Al-Shawni tak sekedar menggugat dogma keterkutukan iblis.

Novel ini, jika tidak dibaca hati-hati, sangat berpotensi “menggoda” pikiran pembaca untuk membela bahkan memenangkan gugatan iblis.

WHY CHOOSE US?

TERLENGKAP + DISCOUNTS
Nikmati koleksi Buku Filosofi terlengkap ditambah discount spesial.
FAST SHIPPING
Pesanan Anda segera Kami proses setelah pembayaran lunas. Dikirim melalui TIKI, JNE, POS, SICEPAT.
BERKUALITAS DAN TERPERCAYA
Semua barang terjamin kualitasnya dan terpercaya oleh ratusan ribu pembeli sejak 2006. Berikut Testimonial dari Pengguna Jasa Bukukita.com
LOWEST PRICE
Kami selalu memberikan harga terbaik, penawaran khusus seperti edisi tanda-tangan dan promo lainnya

Produk digital

Buku sejenis lainnya

WorkLess, EarnMore the trilogy Part 1
Buku Who The Hell Are You? Buku Personal Branding
Buku pengembangan Diri Januari 2020
Buku Populer & Terlaris 2020